Wednesday, March 31, 2010

Hoping The Best Something

Suatu hari,ada dua orang sahabat yang tengah menunggu panggilan pekerjaan. Ya, beberapa hari kemarin mereka berdua telah menaruh berkas lamaran ke beberapa perusahaan,namun entahlah sudah berjalan selama seminggu,tidak juga telepon berdering memberitahukan keberhasilan mereka.

“Fan,gimana nih?!”

“Gimana apanya,Ya?”

“Aneh,ga ada salah satu perusahaan pun yang nelpon kita.”

Fanny hanya tertawa kecil.

“Mungkin kita belum layak kerja di sana”,jawabnya santai.
Raya mengerutkan keningnya,“Aku heran ma kamu, Fan. Kamu santai banget gitu. Tenang banget,seakan-akan ga diterima kerja lagi juga ga papa.”

“Emang aku harus ngapain? Lagian sekarang aku masih bisa kerja,jadi aku tinggal usaha lebih keras aja buat nyari pekerjaan yang lebih baik.”

“Beeeeuh,jadi penjaga perpustakaan! Fanny,gajinya ga seberapa tahu!”

Fanny tersenyum,“Ga tahu ya, aku fun-fun jja kerja di sana.” Ia menghela napas,”Prinsip aku sih, aku cuman bisa usaha dan tetep berusaha, setelah itu aku serahin semuanya ma Allah. Dan permintaan aku pun bukan minta apa yang pengen aku dapetin melainkan aku ingin Allah ngasih apapun yang terbaik buat aku. Ikhlas…. Toh, hal yang menurut kita baik,belum tentu hal itu baik menurut Allah. Sebaliknya,hal yang baik menurut Allah,pasti baik juga buat kita. Sekali pun hal itu bukan keinginan kita.”

Anak Perempuan Berponi




“Terkadang,jika aku melihat senyum tulus anak-anak yang hidupnya tidak seberuntung kita,ingin rasanya aku tetap dan terus memandangnya. Kelak jika senyum itu pudar, aku akan segera berjalan ke sampingnya dan menghiburnya agar ia tak bersedih lagi.”

Sewaktu menaiki angkot,ada seorang anak kecil yang ikut juga ke angkot itu. Dia adalah seorang pengamen jalanan. Aku ingat, dia memakai kaos merah, rambutnya yang panjang itu berponi dan dikepang di belakang. Saat menyanyikan salah satu lagu milik ST12(kalau tidak salah….), suaranya serak seakan-akan sudah terlalu sering ia menyanyi.
Ironis ya…?

Salah satu sisi, mereka seharusnya bermain-main bersama teman-teman sebayanya di sekolah atau di rumahnya. Nyatanya,hari-hari berharga itu diganti dengan kelengkapannya sebagai manusia jalanan yang penuh dengan bahaya.

Ahah,ada sebuah cerita lagi, saat itu aku sedang menunggu seorang teman,kemudian aku melihat seorang ibu dan dua orang anaknya. Anak yang pertama ia gendong karena masih bayi dan seorang anak perempuan berambut pendek berponi tengah berdiri sambil membawa sebuah gelas plastic kecil. Hehe…. Tahu khan maksudnya?

Ya, anak perempuan itu disuruh untuk meminta-minta kepada pengunjung sebuah masjid. Kemudian, saat ada orang yang memberinya uang, anak itu melihat ibunya. Dan ketika aku mengikuti pandangan anak itu, ibunya tersenyum sambil menunjukkan giginya yang rapi. Beberapa saat kemudian, ada seorang mahasiswa yang memberikan salah satu dagangan makanannya kepada anak itu(kalau tidak salah,ia memberikan satu martabak sayur).

Ternyata…eh…ternyata….

Anak itu memberikan makanan yang begitu kecil menurutku itu,kepada ibunya. Ibunya menyuruhnya untuk menghabiskannya,namun ditolak oleh anak perempuan itu. Dengan cepat,ibunya memasukkan makanan tersebut ke dalam tas.
Aaah, membuat miris hate….

Dengan makanan itu, kita mungkin memakannya tanpa rasa beban sedikitpun. Namun, di balik kehidupan kita, tercipta kehidupan-kehidupan orang-orang yang seperti itu bahkan lebih ‘mengiris’ lagi keadaannya.

Terkadang kehidupan terlihat tidak adil ya?

Hanya saja, inilah yang disebut kehidupan. Toh, hidup di dunia ini tidak selamanya bersanding dengan harta dan kenikmatan, tetapi bagaimana cara kita panen kebaikan di dunia ini. Terhadap mereka, mungkin kita mengalihkan sedikit perhatian kepada mereka, dengan cara tetap menghargai,membantu dan menyayangi mereka.
Dan hargai juga apa yang ada di sekeliling kita, kadang manusia sebagai makhluk yang tidak pernah puas,akan mencari sesuatu yang baru dan ‘wah’. Boleh…asalkan jangan sampai sifat ini mengontrol kita menjadi manusia yang rakus dan egois.
Balik lagi….

Ketika anak perempuan berponi itu berpikir-pikir dulu untuk memakan sepotong martabak sayur karena ada ibu dan adiknya yang tidak memakannya, hal itu menjadikan kita berpikir akan penghargaan terhadap makanan. Hehe…. Saat menghadapi makanan,renungi bahwa Allah masih memberi kita kenikamatan lewat makanan itu, bersyukurlah dan bacalah doa sebelum kita makan. Dan jangan berlebih-lebihan memanjakan perut ya…. He3x.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Tuesday, March 23, 2010

Bilangan Waktu

Perhatikan (manfaat) lima perkara sebelum datangnya lima perkara, yaitu:
1. Hidupmu sebelum matimu
2. Kesehatanmu sebelum sakitmu
3. Kesempatanmu sebelum sempit/repotmu
4. Mudamu sebelum tuamu
5. Kayamu sebelum miskinmu

(H.R. HAKIM)

Ternyata waktu yang tersedia tidak sebanding dengan apa yang harus kita kerjakan. Banyak hal dalam waktu tersebut yang harusnya kita dapat mengoptimalkan keberadaannya dengan melakukan sesuatu yang lebih bermakna, tetapi yang ada justru kita terlalu banyak memainkan peran yang tidak penting dan tidak bermakna bagi kebaikan.

Semua ini baru aku rasakan setelah tidur menghabiskan banyak jam dalam sehari, rasanya memang enak karena kita dapat melupakan masalah/peer yang susah (mungkin), namun ketika bangun, tetap saja masalah itu tetap ada di hadapan karena aku tidak bisa menyelesaikannya dalam tidur. Seolah-olah mereka memarahiku karena aku menghindarinya.

Mungkin ketika kita mempunyai rencana-rencana yang letaknya masih jauh hari dari hari ini kemudian kita hanya mengatakan, “Aah, masih lama. Dua minggu lagi.” Keputusannya pun, kita terbuai dengan kesantai-santaian. Padahal siapa yang mengetahui misteri waktu, melainkan Allah swt. Kita adalah manusia yang setiap detik itu diusahakan untuk tetap menjunjung tinggi sebuah kemaknaan.

Hiduplah agar kita bermakna di hadapanNya. Maknailah hidup dengan membuatNya tersenyum selalu dengan perbuatan yang kita lakukan. Kita memang bukan seseorang yang sempurna, melainkan seseorang yang mempunyai banyak salah, namun di sinilah ujian kita, bagaimana kita tetap berusaha keras, memperbaiki diri, memperbanyak kebaikan, memperbanyak karya, dan masih banyak lainnya.

Bingkai Renungan

Suatu hari, ada dua orang pelayan di sebuah toko roti yang tengah menunggu kedatangan pembeli.

“Dhis….”, Tanya seorang di antara mereka.

“Ya.”, jawab Dhisa.

“Aku boleh nanya ga?”

Dhisa mengiyakan sembari tersenyum.

“Kenapa ya mata kamu merah?”,Tanya Fera.

“Merah?”

“Iya. Kayak orang yang abis nangis gitu.”

“Ooo…mungkin karena aku terlalu sering begadang.”

“Gitu ya? Hehe…. Jangan terlalu sering begadang dong, Neng.”,ucapnya sembari melangkah ke arah dapur.

Kemudian malamnya, di kamar Dhisa, ketika jam dinding kamarnya menunjukkan pukul 20.00 WIB, ia mengingat kembali pertanyaan Fera tadi pagi. Ia tersenyum. Kemudian ia menyetel kaset murottal Quran. Ia bergumam,

“Bagaimana aku tak menangis setiap malam bahkan setiap aku ingin menangis setiap menatap diriku di cermin. Di dunia ini saja aku selalu merepotkan orang tuaku. Aku mengecewakan mereka. Rasanya ingin cepat-cepat membuat mereka tersenyum dengan sebuah kesuksesan. Sedang waktu akan terus berjalan dan melihat betapa bertambah bodohnya aku.

Huh…. Belum lagi ketika aku merindukan Rabb-ku dan Rasul-ku. Aku ingin bertemu mereka. Aku ingin bertemu mereka di surga, di tengah pemandangan-pemandangan yang tak akan pernah terbayang oleh imajinasiku. Walaupun apakah mungkin dengan kelalaianku selama ini.
Lagi-lagi hanya kalimat inilah yang membuat aku tersenyum setelah menangis. Aku ingin berjuang dan terus berjuang. Supaya semua cita-citaku, dunia dan akhirat, itu terwujud.”

=oOo=

MASIH ADAKAH PAGI UNTUKKU



“Tha, pagi ini gimana? Badannya dah enakan sekarang?”,Tanya Emi.

“Iya, Mi.”,jawab Bitha dengan lemas.

“Mau kuliah?”

Bitha mengangguk.

“Beneran?!”

“Iya.”

“Ih Tha, ntar kalo kamu pingsan di jalan gimana?”

“Aku udah sehat kok, Mi.” jawabnya meyakinkan.

Bitha pun berangkat dengan berjalan kaki karena jarak kosannya dengan kampus tidak terlalu jauh.

Di tengah perjalanan, seseorang memanggilnya dari arah belakang.

“Tha !!!”

Bitha memalingkan wajahnya ke orang itu. Ia mengerutkan dahi.

“Udah sembuh, Tha?”

Bitha tersenyum.

“Emang sakit apa?”,tanyanya lagi.

“Flu.”, jawabnya singkat.

“Masa flu ga berangkat tiga hari sih?”

“Makanya jangan banyak tanya. Aku lagi bad mood, Ri.”

“Oooh.”

Kemudian suasana di jalan itu teramat kikuk. Hanya udara bergerak menerpa wajah keduanya.

“Tha, setiap pagi itu bisa diibaratin kayak hadiah. Coba aja kamu rasain, udara yang dapat kita hirup dengan gratis, angin yang kadang sejuk dan kadang dingin, pohon-pohon yang berkicau. Huuuh, subhanallah. Makanya, Tha, kamu harus tetp bersemangat walaupun masalah kamu banyak, berat.”

“Ngomong memang gampang, Ri.”

“Lalu, sebagai orang yang bukan kamu, aku cuman bisa nyemangatin kamu. Kalau aku bisa, aku mau gantiin kamu pas kamu ngedown.”

Bitha tersenyum. Kamudian ia mengatakan, “Apa masih ada pagi lagi buat cewek penyakitan, bodoh, males kayak aku?”

“Ih Sahabat aku kok gini sih? Dengerin ya, sekarang di kenyataannya, seorang Bitha itu hidup. Tinggal bagaimana usaha kamu mbuat hidup berarti. Selama kamu sadar kalo setiap pagi sahabat-sahabat kamu dan orang –orang yang kamu sayang tersenyum buat kamu, bahkan selalu ada Allah yang selalu cinta ma semua hambaNya, kamu bakal terus semangat karena kamu ga mau ngecewain senyum mereka dan nyia-nyiain cinta Illahi.

Dan satu lagi, bukan persoalan, besok kamu masih bisa ngelihat pagi atau ngga melainkan bagaimana kamu menjadikan setiap pagi, setiap hari, dari hidup kamu itu berarti buat kebaikan.”