Terkadang, siapapun dapat mengalami masa tersulit dalam hidupnya. Banyak yang dapat dijadikan contoh, yang jelas masa itu benar-benar membuat kita sedih, kecewa, bahkan menangis. mungkin ada yang di masa itu, bukannya kesulitan itu dihadapi melainkan kita melirik kanan dan kiri untuk mencari tempat persembunyian. maksudnya, supaya aman, tentram, damai, dan sejahtera. Hmmm, apa iya seperti itu ? Berhasil? karena ini bukan tebak-tebakan maka jawabanya adalah ‘tidak’.
Bukan persembunyian yang kita butuhkan kala itu melainkan persiapan. Yupz, persiapan untuk menghadapi atau berperang dengan kesulitan/masalah itu. Berat kah? menurutku, ‘ya’. Namun, ini jauh lebih baik jika dibandingkan kita bersembunyi.
Ada sebuah cerita seperti ini….
Ada seorang gadis yang hidup sendiri di rumah kecilnya. Pada malam hari, ia melihat setumpuk pakaian kotor di keranjang cucinya. Dalam benaknya, ia akan mencucinya besok pagi sebelum sekolah. Kemudian, ia pun tidur. Keesokan paginya, ia terbangun oleh adzan shubuh. Telinganya mendengar, nemun udara yang dingin membuatnya tetap bersama baju hangat dan selimut tebalnya, ‘Dingin….’. la melihat jam dinding, namun tetap berkata, ‘Dingin….’. Akhirnya ia pun tertidur lagi menemani dan memuaskan kenyamanannya. Saat ia terbangun, matahari telah bersinar di sela-sela ventilasi udara. Setengah sadar, ia melihat jam dinding menunjukkan pukul enam pagi.
‘Waaaaaaaah…….!!!!!!!’
Lihatlah apa yang terjadi: bangun kesiangan, tidak sholat shubuh, pakaian-pakaian kotor yang tetap ditumpuk, mungkin terlambat masih kelas jika jarak rumah dan sekolahnya lumayan jauh,….
Dengan ini, sebuah kehangatan baju hangat dan selimut tebal di musim dingin memang sangat membuat kita nyaman, namun saat kita tahu bahwa di luar sana ada sesuatu pekerjaan/hal apapun yang harus dilakukan maka beranjaklah dari kehangatan itu. lawanlah rasa ‘dingin’ itu. Tidak selamanya kesulitan itu membuka kartu-kartu kelemahan kita, justru ia tengah membuktikkan, ‘Seberapa kuat kau bertahan dalam dinginnya dunia.’ semua itu tergantung kita yang mananggapi.
Memang, tak mudah menaklukan masalah/kesulitan manapun -apalagi jika persoalan yang mungkin benar-benar berat- hanya saja, kita perlu mengetahui bahwa jika kita tidak melawannya, kita tetap mempertahankan kenyamanan yang sebenarnya sementara itu, sedangkan waktu akan senantiasa bergulir tanpa menghiraukan kita menjadi seorang pengecut atau pemberani, maka saat itulah tujuan/cita-cita/impian kita menjadi terhambat, bahkan bisa jadi semua itu memang hanya bisa kita angan-angankan.
Aku pernah membaca buku yang berjudul ‘9 Things You Simply must Do to Succeed in Love and Life’ karya Dr. Henry Cloud. Di sana ia mengemukakan sembilan hal sederhana yang sebenarnya mungkin dapat kita lakukan, namun hal-hal tersebut justru tidak pernah terimplikasi oleh kita. pada salah satu prinsip dari sembilan prinsip yaitu bertindaklah seperti semut. di sana diceritakan bahwa pada saat penulis mendapat kesulitan terhadap pengerjaan disertasinya, ia mendapat inspirasi hanya dengan mengamati semut. kalian tahu bagaimana semut berkerja membangun gundukan-gundukan pasir sebagai sarangnya. Bagi kita mungkin biasa, namun bagi semut, hal itu seperti membangun sebuah gunung yang tinggi. Dari pembangunan itulah, penulis buku itu mengetahui bahwa dalam pembangunannya, setiap semut hanya membawa sebutir pasir. Bayangkan hanya dengan butir demi butir pasir yang ia bawa hingga terbentuklah gunungan sarang itu.
Penulis tersenyum.
la memang tidak mungkin mengerjakan disertasinya dengan cepat, tanpa ada sebuah langkah-langlah kecil yang harus ia lakukan bersamaan persahabatannya dengan waktu. Akhirnya, ia mulai menapaki langkah kecil seperti menelepon seseorang tentang topik yang akan diriset, berbicara dengannya, dan langkah lainnya.
Sampai akhirnya, muncullah disertasi di genggaman tangannya. Hal yang tampaknya mustahil, kini benar-benar tidak mustahil.
Kata Henry Ford, “Tidak ada yang terlalu sulit kalau Anda menjabarkannya menjadi tugas-tugas kecil.”
Jangan menganggap bahwa sebuah hal yang kecil adalah sepele. Jika pada saat semut membawa hanya sebutir pasir serta mengatakan bahwa, apa arti dari sebutir pasir ? lalu ia melupakannya dan menyerah maka gunungan pasir sebagai sarang semut tidak akan pernah ada. Oleh karena jauhilah, sikap berpikir pendek seperti demikian. Pemikir seperti itu bukan orang yang menginginkan kesuksesan melalui kerja keras melainkan hanya mengandalkan waktu yang singkat.
So, pada hakikatnya, ketakutan sejati adalah kepada Allah SWT, bukan pada menusuknya persoalan dunia. Yakinlah persoalan apapun di dunia ini dapat kita selesaikan.
Lihatlah sekeliling kita, begitu banyak yang tersenyum dan kebaikan-kebaikan yang senantiasa ia hamburkan kepada kita agar kita selalu bahagia dan bersemangat. Satu lagi, ketika kita merasa bahwa persoalan/kesulitan/masalah benar-benar menjadi kerikil yang memerihkan hati, lakukanlah hal-hal yang kecil, misalnya jalan-jalan menikmati keagunganNya, seperti di taman bunga, hmm…yang lebih keren lagi, berdoalah, ingatlah Allah SWT.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dari hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. lngatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (Q.S. Ar Rad: 28)
No comments:
Post a Comment